Selasa, 03 Maret 2015

18 KATA YANG KE-4

api asap bara girang pirang teko tiang jati denpasar parfum pekarangan buta kursi cincin laju kuali tambang kayu

Senin, 02 Maret 2015

18 Kata Yang Ke-3

risau hening mendung bingkai listrik topi noktah nyiur padang hutan senja sungai pulang peluk tawa pagi bunyi pentas


Lukisan Pelukan
(Maulana Ramza Rizki)


Karena noktah telah menjelma garis
Semoga tak terlalu pagi
Untuk kugariskan bingkai senja
Di kanvas bergambar
Pelupuk mentarimu

Hening padang tak pernah risau
Meski gumam suara mendung
Dan bunyi listrik seusai pentas
Tak membawa pulang tawa
Juga topi karnaval yang kau janjikan
Sebelum kulukis
Hutan, sungai, dan nyiur
Serupa pelukmu

----------------------------------------------------------------------------------------

PANGGILAN PULANG
(Kim Al Ghozali)

senja mengalir ke pelupuk sungai
hening bergelayut di tiang listrik
bersiaplah
malam kan turunkan sepi

di tanah seberang
ranum cintaku kupetik
riang tawa bocah padang kembala
pentaskan pagi yang sahaja
peluklah, peluk kenanganku
dan seluruh mendung sedihku

bunyi burung burung bebatuan
membingkai kenakalanku
di hari rantau yang risau

pulanglah, begitu katamu
sebelum hutan ditumbuhi tiang tiang listrik
dan bangku kenangan luluh dinoktah zaman

pulanglah
telah kusiapkan gantungan topimu
di ambang pintu
dan tidurlah di bawah teduh 
nyanyian nyiur


----------------------------------------------------------------------------------------


Perihal Kekhawatiran
(Sulis Gingsul)



Mendung-mendung topi yang tergantung itu tidak pernah merasa risau seperti diriku yang pada suatu hari pernah merasa seperti sedang menjadi mendung yang belum begitu kelabu sehingga sangat khawatir sekhawatir-khawatirnya kalau-kalau menjadi noktah kecil yang dijatuhkan paling akhir dan kalau-kalau kepala tiang listrik tengah sawah atau punggung daun nyiur pinggir padang atau kuncup surau di bawah sana itu yang seketika akan menjadikan diriku pecah berkeping-keping ketika perjalananku sudah mendekati sempurna pulang ke tanah air sebagai sebutir bening utuh yang jatuh di deras arus kotamu atau di tepi sungai sepimu atau di sudut matamu yang tabah menampung kilau cahya sederhana pada suatu peluk senja atau pada suatu tawa pagi secara tanpa berbunyi sama sekali. Ssssst! Diam sejenak. Tukang pigura tak bisa membingkai heningmu. Sama sekali.

----------------------------------------------------------------------------------------